Rabu, 12 Januari 2011

PEMBERANTASAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


 
A.  Secara Fisik Mekanik
Pembasmian hama dan penyakit secara fisik dapat dilakukan melalui:
1.      Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang terserang dipotong atau dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu dilakukan pembakaran.
2.      Dicabut ; jika tanaman yang diserang dalam ukuran kecil (umur < 5 tahun atau bibit di persemaian) dan hampir semua bagian tanaman terserang maka tanaman tersebut di cabut sampai ke akarnya kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman lalu di bakar.
3.      Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi (hampir semua bagian tanaman diserang/>70 % bagian tanaman diserang) atau sudah sangat parah dan tanaman berumur lebih dari 5 tahun, maka dilakukan tebangan D2 penyakit. Prosedur penebangan mengikuti prosedur tebangan yang sudah ada.
4.      Dalam kegiatan pemangkasan dan penebangan harus memperhatikan aspek keselamatan kerja dengan mengacu pada prosedur kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sudah ada.
5.      Penghalang isolasi adalah daya upaya yang dijalankan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tanaman berdasarkan peraturan perundang-undangan
6.      Pemberian abu kayu pada serangan rayap
7.      Perlakuan panas
Pembasmian hama dan penyakit secara mekanik dapat dilakukan melalui:
1. Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
2. Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada hama belalang.
3. Pemasangan perangkap antara lain ;
o       Penggunaan lampu perangkap (light trap) untuk hama penggerek batang pada fase kupu-kupu. Lampu perangkap ini dipasang pada saat malam hari, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Kupu/ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan.
      Penggunaan perangkap kertas warna (colour trapping) untuk hama lalat putih. Warna kertas yang digunakan bisa berwarna kuning atau lainnya yang cerah. Kertas terlebih dahulu diberi lem perekat atau racun tikus atau ter agar hama terperangkap pada kertas tersebut.

B.  Penggunaan Pestisida
1. Biopestisida/Pesticida organik
Penggunaan pestisida organik dapat berupa bakterisida atau insektisida yang disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan (sesuai Lampiran buku petunjuk pengendalian hama dan penyakit). Beberapa contoh tanaman yang bisa digunakan sebagai pesticida misalnya daun mimbo, mahoni, gadung, tembakau, daun sirsak dan sebagainya. Atau jika dalam keadaan yang sangat memaksa bisa menggunakan pestisida kimia dengan catatan penggunaannya harus mengacu pada prosedur kerja Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang sudah ada. Contoh-contoh pestisida organik dan cara pembuatannya sesuai Lampiran 3.
2.      Pestisida kimia
Penggunaan pesticida kimia harus diminimalisir. Jika atas pertimbangan ekologi dan social terpaksa harus menggunakan pesticida kimia, maka pemilihan jenis pestisidanya harus yang tidak dilarang oleh FSC, WHO maupun peraturan perundangan yang lainnya serta menggunakan prosedur keamanan dan keselamatan sesuai dengan Lembar data keselamatan bahan masing-masing (lihat MSDS). Beberapa jenis pesticida kimia yang beredar di Indonesia terlampir (Lampiran 2). Penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a) Dioleskan/bacok oles; cara ini digunakan untuk jenis pesticida sistemik, contoh untuk pemberantasan hama penggerek batang atau penggerek pucuk. Aplikasinya dengan membuat lubang pada batang dengan paku kemudian cairan insektisida dimasukkan ke lubang atau melukai kulit batang sampai dengan bagian luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan kambium), kemudian insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan. Selanjutnya insektisida akan diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang atas.
b) Ditabur pada tanah atau di campur dengan media tanam atau media semai. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida berwujud granular (kode G dalam kemasan).
c) Disemprot langsung pada target hama/penyakit. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida racun kontak atau racun lambung yang memiliki kode SC, WP, EC.
d) Fumigasi; cara ini digunakan untuk jenis-jenis pestisida fumigan. Contohnya untuk memberantas oleng-oleng dalam fase larva. Caranya dengan memasukan insektisida fumigan pada lubang gerek kemudian lubang ditutup malam.
Cara penggunaan bergantung jenis hama yang menyerang dan kondisi tanaman yang diserang.

C.  Musuh Alami
Penggunaan musuh alami dengan pengendalian biologis  yaitu penggunaan serangga atau bakteri dalam pengendalian hama secara innundative (pelepasan musuh alami secara berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh alami secara tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami kita pilih musuh alami yang paling dekat dengan target hama, kita pilih yang terbatas/lebih sedikit sehingga tidak akan menyerang di luar target. Penggunaan musuh alami harus mengacu pada aturan penggunaan kontrol biologi.
Penciptaan musuh alami juga dibarengi dengan penciptaan habitat hidup bagi predator alami tersebut misalnya penanaman pohon atau tegakan sebagai tempat bersarang atau penghasil biji makanan predator. Secara umum prinsip penggunaan musuh alami tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem yang ada.

PENGELOLAAN PASCA PENGENDALIAN

A.  Pengumpulan Data Dan Informasi Kerusakan
Sebagai bahan evaluasi diperlukan pengumpulan data lebih lanjut terkait dengan jumlah pohon dan volume pohon per m³ serta analisa tingkat kerugiannya. Juga dilakukan pemetaan lokasi yang diserang dengan peta kerja skala 1 :10000.

B.  Sanitasi Lokasi Bekas Serangan Hama Dan Penyakit
Sanitasi lokasi bekas serangam dilakukan guna lebih menjamin bahwa pada lokasi tersebut sudah benar-benar bersih dari sumber dan faktor-faktor yang dapat menstimulasi berkembang kembali hama dan penyakit. Sanitasi dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
a.    Pembakaran Tumbuhan Bawah
Pada proses pembakaran tumbuhan bawah diharuskan untuk membuat sekat bakar/ilaran api dengan menggunakan sekat bakar alami (menggunakan tanaman yang dapat menahan api)
b.    Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Pengolahan tanah tetap mempertahankan kesuburan tanah
 Peralatan yang digunakan tidak merusak tanah
 Pembersihan areal dilakukan dengan tujuan mengurangi sumber hama.

C.  Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk kembali memulihkan kondisi sumberdaya hutan seperti pada kondisi semula. Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan penggunaan bibit unggul, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan arealnya, dan penggunaan jenis tanaman resisten dengan penjelasan sebagai berikut  :
Pemilihan bibit yang sehat
      Pemilihan bibit yang sehat sangat penting dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap HPT yang dicirikan dengan batang kuat, daun segar (hijau dan tidak berlubang), fisik tidak tampak adanya serangan bakteri patogen dan lain-lain.
      Pengolahan tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk menciptakan tingkat aerasi yang baik yang berguna bagi tanaman pokok dan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi hama dan penyakit.
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk sehingga kandungan humus akan meningkat. Dengan demikian kemampuan tanah untuk mengikat air menjadi tinggi dan tanah menjadi tidak mudah kering. Pengaturan drainase untuk menciptakan sistem tata air mikro yang dapat menciptakan drainase yang baik sehingga tingkat kelembaban pada kondisi yang tidak dapat atau menghambat tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit.
      Pemilihan jenis yang tepat
Jenis tanaman dengan sifat resisten terhadap serangan hama dan penyakit dapat diperoleh secara karakter alami atau dengan penerapan bioteknolgi berupa pemuliaan pohon. Setiap spesies atau varietas mempunyai mekanisme pertahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda. Pemilihan jenis yang resisten ini bukan bertujuan untuk menghilangkan hama sama sekali karena hama juga mempunyai mekanisme evolusi tersendiri untuk beradaptasi, tetapi minimal dapat menekan laju perkembangan hama dan penyakit.
Pemilihan jenis yang tepat dapat dilakukan dengan pengamatan umum tegakan yang telah lama tumbuh di tempat (indigenous trees) dengan mempertimbangkan aspek lain tentu saja. Panaman jenis eksotis harus dicampur dengan jenis lokal guna meminimalisir dampak serangan hama dan penyakit.
      Pengaturan pola tanam dan jarak tanam
Pengaturan pola tanam terkait dengan hama dan penyakit ditujukan untuk menciptakan tingkat kelembaban tanah yang tidak terlalu tinggi. Pola tanam tumpangsari dapat mendukung berkembang biaknya hama dan penyakit jika tidak tepat dalam pemilihan jenisnya. Pengaturan pola tanam dan jarak tanam disesuaikan dengan jenis tanaman. Pengaturan jenis tumpangsari, perlu dipilih jenis tanaman tumpangsari yang tidak mensyaratkan penggenangan air/tanah dan selalu lembab. Apabila kondisi lahan cenderung lembab agar diupayakan penggantian jenis non jati yang toleran terhadap kelembaban tanah yang tinggi.

D.  Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui efektifitas dari upaya pemberantasan mendapatkan data pengamatan dari upaya penanggulangan yang dilakukan, dilakukan pengamatan periodik pada lokasi yang pernah terserang hama dan penyakit  dibuat plot pengamatan permanen yang terdiri atas berbagai perlakuan yang diterapkan
Monitoring dilakukan satu bulan sekali/penilaian kondisi tanaman dilakukan sebelum pembuatan maupun secara berkala setelah aplikasi perlakuan sangat penting dilakukan.

DAMPAK KERUGIAN AKIBAT SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN


Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia. Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi vektor malaria.
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian.
Hama dan penyakit pada tanaman merupakan momok dalam budidaya tanaman meningkatkan hasil produksi. Penanggulangan hama dan penyakit yang tepat dan meminimalkan dampak negatif terhadap erorganisme-organisme biotik sebagai musuh alami menjadi prioritas penting dalam pengendalian.
Penyakit tanaman dapat disebabkan oleh organisme, keadaan genetik tanaman maupun kondisi lingkungan. Penyanyit ysng disebabkan oleh organisme ditularkan melaui inang yang berupa hama. Penyakit berdasarkan sifat genitik tanaman merupakan sifat yang dibawa oleh tanaman yang berasal dari induknya sedangkan yang dipengaruhi oleh lingkungan karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan syarat hidup tanaman tersebut.
            Dampak yang timbul akibat serangan hama dan penyakit menyebabkan kerugian baik terhadap nilai ekonomi produksi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta petani sebagai pelaku budiaya tanaman dengan kegagalan panen serta turunnya kwalitas dan kuantitas hasil panen. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan perebutan unsur hara dan mineral, air, cahaya matahari,  proses fisiologi tanaman, pertumbuahan dan perkembangan tanaman yang terhambat akibat hama dan penyakit.
            Selain berdampak pada tanama budidaya, serangan hama dan penyakit juga berdampak terhadap agroekosistem pertanian. Kerugian-kerugian tersebut disebabkan oleh adanya pemikiran oleh para pembudidaya tanaman untuk mengendalikan serta memusnahkan hama dan penyakit yang menyerangan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang tidak sesuai dan tepat tersebut memberikan dampak kerugian yang lebih besar dari pada serangan hama dan penyakit itu sendiri terhadap tanaman.
            Dengan penanggulangan hama dan penyakit terjadi hilangnya beberapa komponen-komponen agroekosistem yang berdampak akan terjadinya resistensi hama dan penyakit serta terjadinya returgenerasi. Dengan demikian perlu dilakukannya pengendalian hama dan penyakit yagn efektif dan efisien tanpa menimbulkan kerugiandan pencemaran lingkungan.
                Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia.
Dalam pertanian, hama adalah organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian\
Dampak Kerugian Akibat Seranga Hama pada Tanaman
            Hama adalah sekelompok organisme pengganggu tanaman yagn dapat merusak tanaman budidaya baik secara fisik maupun fisiologisnya. Dampak kerugian akibat serangan hama tersebut adalah :
1.      Gagal Panen                                                                                                    Akibat serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah terjadinya gagal panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang tanaman menjadikan tanaman sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi  mereka. Hama merusak tanaman dengan cara :
a.       Menghisap cairan tanaman
b.      Memotong batang tanaman baik yang muda maupun tua
c.       Memakan daun muda dan tua serta tunas-tunas muda pada tanaman
d.      Menghisap cairan dan memakan daging buah yang dapat menurunkan nilai ekonomis buah
e.       Memnbuat rumah atau sarang sebagai tempat tinggal dan berkembang biak baik pada batang, daun maupaun buah
2.      Menurunnya Jumlah Produksi Tanaman                                                                     Dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman tidak akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya pembatasan pertumbuhan akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis
3.      Pertumbuhan Tanaman yang Terganggu                                                                     serangan hama dapat meyebabkan pertumbuh tanaman menjadi terhambat dan bahkan tidak jarang mengalami stagnan pertumbuhan atau kerdil. Seperti serangan hama wereng pada tanaman padi yang dapat mengakibatkan tanaman padi menjadi kerdi dan tidak dapat berproduksi.
4.      Menurunkan Nilai Ekonomis Hasil Produksi                                                              Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagian-bagian buah mupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian yang diseranga oleh hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat atau larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi.
5.       Kerugian bagi para Petani                                                                                         Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh tanaman atau gagal panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian ini disebabkan tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka dapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di indonesia
6.      Terjadinya Alih Fungsi Lahan                                                                                    alih fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha pertanian. Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih fungsikan lahan pertanian yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikan keuntungan bagi mereka. Kondisi seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di indonesia serta ketahan bahan pangan dalam negri.
7.      Degradasi Agroekosistem                                                                                           degradasi ekosistem terjadi karena adanya usaha yng dilakukan oleh para petani dalam penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak negatif terhadap lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem. Pencemaran lingkungan tersebut kerena adanya zat-zat yang berbahaya akibat digunakannya pestisida. Dengan adanya penanggulanag serangan hama yang tida sesuai ini menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem alami.
8.      Munculnya resistensi dan returgensi hama                                                                 Dengan penanggulangan serangan  hama yang tidak sesuai akan menyebabkan resistensi atau kekebalan hama terhadap pestisida dan returgensi atau ledakan jumlah populasi hama yang berakibat pada damapa kerugian aygn lebih komplek dalam usaha budidaya tanaman itu sendiri.
Dampak Kerugian Akibat Serangan Penyakit pada Tanaman
            Dampak serangan penyakit tanaman tidak separah dampak yang ditimbulkan akibat serangan oleh hama. Namun, dampak yang timbul juga tidak kalah hebatnya dengan serangan hama. Serangan penyakit pada tanaman budidaya lebih banyak mengarah pada proses fisiologinya. Karena menyerang sel dan jaringan tanaman. Adapun dampak kerugian yagn ditimbulkan yaitu :
1.      Terganggunya Proses Fotosintesis tanaman                                                                Hal ini terjadi karena terjadinya kerusakan pada bagain penampang daun akibat penyakit. Sehingga daun tidak dapat  meyerap sinar matahari secara maksimal. Penyakit yang menyerang daun antara lain :
a.       Karat daun oleh Cendawan Phachyrizi phakospora
b.      Penyakit bercak bakteri oleh Xanthomonas phaseoli
c.       Virus mozaik yang menyerang daun muda dan tunas muda
2.      Terganggunya proses absorbsi unsur hara dan mineral tanah                         dengan terganggunya proses penyerapan unsur hara dan mineral dalam tanah menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu. Penyakit ini biasanya menyerang bagian akar tanaman sperti penyakit jamur akar merah, putih pada tanaman karet. Penyekit ini juga menyebabkan tanaman menjadi layu dan mati akibat kekurangan asupan nutrisi.
3.      Kegagalan Panen                                                                                                        serangan penyakit tanaman juga mengakibatkan kegagalan panen. Seperti pada tanaman jeruk yang terserangan penyakit CCBD. Tanaman jeruk tidak akan menghasilkan buah akibat serangan penyakit ini. Selain itu, tanaman juga harus di musnahkan dan diganti dengan tanaman baru yagn merupakan kerugian besar bagi para  petani karena harus mengeluarkan biaya yang besar.
4.      Penurunan nilai ekonomis                                                                                           Disebakan terjadinya kerusakan pada bagian-bagian hasil produksi tanaman. Seperti terjadi busuk, polong yang tida berisi pada tanaman legum dan lain-lain. Dengan dampak ini akan semakin mempersulit kehidupan para petani.
Permasalahan Penerapan PHT di Tingkat Petani
1.        Kurang meratanya informasi mengenai ketahanan tanaman terhadap penyakit pada berbagai komoditas tanaman.  Apalagi masih banyak petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat yang ketahanannya tidak diketahui.
2.        Penelitian tentang ras patogen juga kurang di Indonesia padahal ras selalu berkaitan dengan ketahanan tanaman.  Tanaman yang tahan terhadap ras tertentu dapat menjadi sangat rentan terhadap ras lainnya. 
3.        Aspek budidaya, mulai perencanaan tanam, persiapan tanam, pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, dan pemeliharaan lain belum disengaja agar tingkat penyakit tertekan.  Selama ini,  aspek budidaya masih lebih ditujukan agar tanaman tumbuh subur, dan berproduksi tinggi, bukan menjadi lebih tahan.
4.        Musuh alami yang dimaksud dalam prinsip PHT kurang berkaitan dengan musuh alami patogen tumbuhan. Permasalahannya adalah bahwa patogen yang renik juga mempunyai musuh alami yang renik pula, sehingga tidak mudah dipahami petani.  Demikian juga, ternyata belum banyak penelitian yang mengungkap tentang bahaya pestisida terhadap kelestarian musuh alami patogen tumbuhan. 
5.        Masalah lainnya adalah bahwa pengamatan mingguan tidak mudah diterapkan untuk penyakit tertentu yang menyebabkan kerusakan secara cepat dan keberadaannya sangat tergantung cuaca, seperti hawar daun kentang dll.  Untuk kasus demikian justru yang diperlukan adalah pengamatan terhadap cuaca untuk meramalkan kapan datangnya penyakit. Ternyata,  teknologi peramalan penyakit tumbuhan masih sangat minim dikembangkan di Indonesia.  Nampaknya teknologi peramalan nasib justru lebih berkembang di negara kita.
6.        Untuk menjadikan petani sebagai ahli PHT dengan metode SLPHT ternyata terbentur pada kurangnya materi tentang aspek patogen, penyakit dan pengendaliannya terutama untuk komoditas tertentu.


SEJARAH PENANGGULANGAN HAMA PENYAKIT TANAMAN


Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi  nilai ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk mengendalikan serangan tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai muncul konsep perlindungan tanaman, dan  hingga kini terus berkembang sehingga dapat menciptakan suatu solusi pengendalian hama dan penyakit yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tidak membahayakan terhadap petani maupun lingkungan hidup serta tidak mengganggu keanekaragaman hayatinya.
Pengandalian hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik.  
Pengendalaian  hama dan penyakit  tanaman merupakan salah satu konsep yang harus diterapkan dalam budidaya tanaman sehingga tercapai produksi yang maksimal. Konsep yang diterapkan yaitu menggunakan konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT).  Pengendalian hama dan penyakit tanaman harus menerapkan konsep-konsep yang ramah terhadap lingkungan, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada.  Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan (Anonimous, 2004 ).
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).
Dengan konsep pengendalian hama dan penyakit terpadu yang semakin menunjukan peningkatan pengguaan dan aplikasinya, konsep pengendalian hama dan penyakit yang menerapakan penggunaan pestisida mulai ditinggalkan.
Konsep perlindungan hama dan penyakit menggunakan pestisida ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup yang menjaga kelestarian lingkungan dan keragaman hayati serta hilangnya beberapa musuh alami hama dan penyakit.
Konsep lain yang mulai ditinggalkan adalah pertanian secara intensif  baik dalam budidaya maupun penanggulangan hama dan penyakit. Konsep penanggulangan ini hanyaberkonsentari terhadap produksi dan mutu hasil budidaya tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti adanya zat-zat beracun yang ikut terbawa oleh hasil panen, hilangnya karegaman biota, dan dampak lainnya yang timbul akibat pertanian secara intensif tersebut.  
Gangguan OPT dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil serta kematian tanaman. Adanya ancaman OPT terhadap tanaman budi daya mengharuskan petani dan perusahaan pertanian melakukan berbagai upaya pengendalian. Sejarah perkembangan pengendalian hama dan penyakit di Indonesia dimulai sejak periode sebelum kemerdekaan, 1950-1960-an, 1970-an, dan 1980 sampai sekarang.
Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan perspektif global terdiri atas beberapa
zaman, yaitu zaman prapestisida, zaman optimisme, zaman keraguan, dan zaman PHT (Flint dan van den Bosch 1990; Norris et al. 2003). Zaman PHT dikelompokkan menjadi dua era, yaitu PHT berbasis teknologi dan PHT berbasis ekologi.
1.      Zaman Prapestisida
Pada zaman prapestisida, pengendalian hama dilakukan dengan cara bercocok tanam dan pengendalian hayati berdasarkan pemahaman biologi hama. Cara ini telah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pada tahun 2500 SM, orang Sumeria menggunakan sulfur untuk mengendalikan serangga tungau (Flint dan van den Bosch 1990). Pengendalian secara bercocok tanam dan hayati pada tanaman padi telah dilakukan di Indonesia sejak zaman kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Purnawarman, Mulawarman, Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era penjajahan Belanda.
2.      Zaman Optimisme
Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai penggunaan insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan herbisida 2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun, penggunaan pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman, seperti halnya pengolahan tanah dan pemupukan. Pada zaman optimisme, pengendalian OPT tidak memerhatikan perkembangan pemahaman biologi hama. Petani ingin pertanamannya bebas hama sehingga melakukan aplikasi pestisida secara berjadwal dan berlebihan.

3.      Zaman Keraguan
Zaman keraguan diawali dengan terbitnya buku Silent Spring oleh Carson (1962) yang membuka mata dunia tentang seriusnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh DDT. Buku tersebut merupakan tangis kelahiran bayi dari gerakan peduli lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai jenis pestisida merusak kelestarian lingkungan biotik dan abiotik di daerah beriklim sedang maupun tropik (Widianarko et al. 1994; Oka 1995).
Salah satu contoh adalah lalat rumah menjadi resisten terhadap DDT sejak tahun 1946. Hal tersebut semakin menjadi perhatian pada era ini. Kurang berhasilnya pengendalian hama secara konvensional mendorong berkembangnya paradigma baru yang berusaha meminimalkan penggunaan pestisida serta dampak negatifnya. Paradigma tersebut dikenal dengan istilah PHT klasik atau PHT teknologi karena pendekatan paradigma ini berorientasi pada teknologi pengendalian hama (Untung 2006).

4.      Zaman PHT Teknologi
Tahun 1970 merupakan awal dari revolusi hijau pestisida, pupuk sintetis, dan varietas unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1, dan Pelita I-2), yang merupakan paket produksi. Teknologi baru ini mendorong timbulnya permasalahan wereng coklat, yaitu munculnya biotipe baru. Revolusi hijau telah mendorong petani makin bergantung pada pestisida dalam mengendalikan OPT. Kondisi ini telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PHT diawali dengan terbentuknya Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat pada tahun 1972 dan pengalihan wewenang registrasi pestisida dari Departemen Pertanian ke EPA. Pada tahun 1980-1990, berbagai negara menetapkan PHT sebagai kebijakan nasional. Zaman PHT diperkuat oleh terbentuknya KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal 14 Juni 1992, mengadopsi seksi I Integrated Pest Management and Control in Agriculture dari Agenda 21 Bab 14 tentang Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development (Norris et al. 2003). PHT dicetuskan oleh Stern et al. (1959). Selanjutnya, paradigma PHT berkembang dan diperkaya oleh banyak pakar di dunia serta telah diterapkan di seluruh dunia. Di Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang 57 jenis insektisida, dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada tahun 1996 keluar keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian tentang batas maksimum residu, serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan.

5.      Zaman PHT Berbasis Ekologi
Paradigma baru PHT menempatkan petani sebagai penentu dan pelaksana utama PHT di tingkat lapangan. Kenmore (1996) menyatakan bahwa dalam perkembangan perkembangannya, PHT tidak terbatas sebagai teknologi saja, melainkan telah berkembang menjadi suatu konsep mengenai proses penyelesaian masalah OPT di lapangan. PHT berbasis ekologi didorong oleh pengembangan dan penerapan PHT berdasarkan pengertian ekologi lokal hama dan pemberdayaan petani sehingga pengendalian hama disesuaikan dengan masalah yang ada di tiap-tiap lokasi (local specific). Paradigma PHT berbasis ekologi lebih menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama dari pada intervensi teknologi (Untung 2006).
Ekologi lokal yang dikemas ke dalam kearifan lokal (local wisdom) menjadi eco-farming melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk mendapatkan agens hayati yang sesuai untuk pengendalian hama. Selanjutnya, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) diterapkan pada tanaman pangan, sayuran, dan perkebunan.

6.      Pengendalian Hama Terpadu
Sejak satu abad yang lalu, para pakar perlindungan tanaman telah mengetahui bahwa pengendalian hama dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami, tanaman resisten, dan pengelolaan lingkungan (rotasi tanaman, sanitasi, dan pengelolaan tanah) (Sastrosiswojo 1989). Pengertian PHT atau integrated pest control ata  integrated pest management adalah system pengambilan keputusan dalam memilih dan menerapkan taktik pengendalian OPT yang dipadukan ke dalam strategi pengelolaan usaha tani dengan berdasarkan pada analisis biaya/manfaat, dengan mempertimbangkan kepentingan dan dampaknya pada produsen, masyarakat, dan lingkungan (Kogan 1998).
Taktik pengendalian OPT meliputi:
a)      penggunaan varietas tahan atau toleran;
b)      mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat dengan berbagai kultur teknik;
c)      memanfaatkan agens hayati yaitu predator, parasitoid, dan patogen serangga;
d)     menerapkan pengendalian secara fisikmekanik;
e)      menggunakan zat-zat kimia semio seperti hormon/feromon, pengendalian secara genetik dengan teknik jantan mandul; dan
f)       menggunakan pestisida bila diperlukan.

 PHT bukan tujuan, melainkan suatu pendekatan ilmiah untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian hama agar secara ekonomis tidak merugikan, mempertahankan kelestarian lingkungan, serta menguntungkan petani dan konsumen (Sastrosiswojo 1989; Oka 1992).
PHT pada awalnya adalah perpaduan antara pengendalian secara hayati dan pengendalian kimiawi. Konsepsi tersebut kemudian berkembang menjadi perpaduan semua cara pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencapai hasil panen yang optimal dan dampak eksternal terhadap lingkungan yang minimal (Smith dan van den Bosch 1967; Galagher 1996; Sastrosiswojo dan Oka 1997).
Dengan demikian, falsafah PHT adalah suatu pendekatan pertanian berkelanjutan dengan landasan ekologi yang kokoh, bukan melakukan pemberantasan atau pemusnahan hama dan penyakit, tetapi mengelola atau mengendalikan tingkat populasi hama atau penyakit agar tetap berada di bawah ambang kerusakan secara ekonomis (Zadoks dan Schein 1979; Untung 1984).
Meningkatnya populasi hama disebabkan oleh berkurangnya musuh alami serta timbulnya resistensi dan resurjensi. Sebagai contoh adalah kasus meningkatnya populasi wereng coklat (Laba 1986;Laba dan Soekarna 1986; Laba, 1987; Laba dan Soejitno 1987; Laba dan Sumpena 1988).
 PHT wereng coklat merupakan konsep pengendalian untuk mengurangi populasi dengan menerapkan komponen PHT, yaitu varietas tahan, pergiliran tanaman, dan memanfaatkan musuh alami. Mencegah atau memperlambat resistensi dan resurjensi wereng coklat adalah dengan menghindari penggunaan insektisida Analisis empiris penggunaan insektisida ... 127 dan bahan aktif yang sama secara terusmenerus (Laba 1988).
Penerapan PHT memberikan nilai positif terhadap peningkatan produksi serta keterampilan dan pengetahuan petani sehingga dapat mengurangi penggunaan insektisida. Hasil pengkajian pengurangan insektisida pada tanaman padi saja mencapai Rp19.000/ha (Oka 1995). Luas panen pada tahun 2008 sebesar 12,38 juta ha (http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/ table.shtml).
Pada saat sekarang, harga pestisida rata-rata Rp100.000/liter dan tidak ada subsidi pestisida dari pemerintah sehingga pengurangan biaya produksi tidak kurang dari Rp1,2 triliun/musim tanam. Penghematan penggunaan insektisida dalam satu tahun (dua kali tanam) adalah Rp2,4 triliun.
Penerapan PHT dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan memerhatikan sumber daya dankemampuan petani. PTT dapat ditempuh melalui empat prinsip, yaitu:
1.        PTT merupakan suatu pendekatan dalam budi daya tanaman yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air, dan PHT;
2.        PTT secara sinergis memanfaatkan komponen teknologi;
3.        PTT memerhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik dan sosial ekonomi petani; dan
4.        PTT bersifat partisipatif, yang berarti petani berperan aktif dalam memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan memiliki kemampuan melalui proses pembelajaran (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).

Komponen teknologi yang diterapkan melalui PTT adalah:
1.      penggunaan varietas unggul baru spesifik lokasi
2.      penggunaan benih bermutu
3.      penanaman 1-3 bibit per lubang
4.      peningkatan populasi tanaman melalui sistem tegel 20 cm x 20 cm atau jajar legowo
5.      penyiangan menggunakan rotary weeder atau landak
6.      PHT; dan
7.      panen menggunakan mesin thresher (Las et al. 2003; Zaini et al. 2003).

Di sisi lain, pertanian berkelanjutan dapat memperbaiki kualitas hidup umat manusia karena pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan, konservasi sumber daya alam, orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang (FAO 1989 dalam Untung 2007).

Konsep Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Terpadu
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik.
 Sejak Pelita III pemerintah telah menetapkan sistem PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiapprogram perlindungan tanaman, dasar hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman ( Anonimous, 1994).
Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan subsidi yang besar untuk Pestisida sebesar antara 100 – 150 juta US$ atau sekitar 150 milyar rupiah pertahun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektifitas pengendalian serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian berdasarkan konsep dan prinsip PHT. Kemudian secara bertahap subsidi pestisida di cabut, dan baru tahun 1989 subsidi tersebut sepenuhnya dicabut, metoda yang cukup baik dan mudah dilaksanakan melalui pola Sekolah Lapang PHT ( SLPHT) dengan menganut pola pendidikan orang dewasa yaitu belajar dari pengalaman sendiri langsung di lapang (Anonimous,2004).

Konsep dan Strategipenerapan PHT
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah :
a)      produksi pertanian mantap tinggi,
b)      Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat,
c)      Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan
d)     Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan (Anonimous, 2004 ).

Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah ( Kusnadi, 1980).
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, selain merupakan uasaha bagi petani, pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting dalam tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian berhasil atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani itu sendiri (Mubyarto, 1986).
Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur sosial, ekonomi dan budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga desa dalam meningkatkan usahataninya dalam arti memperbesar hasil, meningkatkan pengelolaan untuk mendapatkan atau nafkah dalam usahataninya tersebut atau dalam usahatani lainnya, sedangkan teknologiadalah merupakan pengetahuan untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber daya alam dan memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka ( Anonimous,1988).

Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usahataninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
“Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan erusakan lingkungan hidup” (Anonimous, 1994) 
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah :
a.       Menjamin kemantapan swasembada pangan.
b.      Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.
c.       Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT):
1.      Mengembangkan sumberdaya manusia antara lain menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan PHT, dan pelatihan bagi petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), Penyuluh Pertanian dan Instansi terkait lainya.
2.      Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan palawija lainya.
3.      Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan lingkungan.
4.      Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia.

Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman
Umumnya hewan yang menjadi hama adalah serangga. Hal ini disebabkan termasuk golongan yang mempunyai keragaman jenis tinggi dan kemampuan berkembang biak tinggi pula. Pengertian hama sendiri bisa disimpulkan adalah suatu organisme yang mengangu dan merusak tanaman sehingga menurunkan produksi tanaman budidaya.
Untuk menemtukan setatus binatang/hewan menjadi hama adalah ;
a. Jika binatang tersebut menurunkan biaya produksi tanaman secara kualitas .
b. Jika binatang tersrbut mengadakan suatu persaingan terhadap kepentingan manusia
c. Jika binatang tersebut sudah menjadi permasalahan dalam usaha pertanian.
Jenis-Jenis Hama
Manusia memberikan Jenis-jenis hama antara lain:
a. Hama senmentara ( Occasional Pest ) atau hama kedua ( secondary pest)
Adalah binatang yang populasinya meningkat sewaktu-waktu dan menyebabkan kerusakan tetapi tidak begitu berarti. Binatang ini akan berubah setatusnya menjadi hama bila musuh alaminya atau pengendali alamnya dirusak manusia secara sengaja atau tidak sengaja.
b. Hama Utama ( Potential Pest/Mayor Pest)
Adalah binatang dari hasil perubahan setatus dari hama sementara atau hama kedua yang memang pemakan makanan tanaman budidaya.
c. Hama pindahan
Adalah binatang yang datang secara periodic dari daerah lain secara kelompok besar dan tidak memetap setatusnya. Hama pindahan ini meninbulkan tingkat kerusakan khusus yang berat akibat sifatnya yang mobil dan menginfeksi pada tanaman budidaya secara periodik dalam waktu singkat.
Timbulnya Hama
Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hama bagi tanaman terdapat beberapa sebab. Diantaranya adalah:
a. Penanaman satu jenis tanaman (monokultur)
b. Pemasukan jenis tanaman baru
c. Pemasukan species hama atau binatang baru dan iklim yang berlainan.
d. Pemupukan/unsure hara
e. Pengunaan pestisida
f. Hasil pemuliaan tanaman
g. Masa tanaman
Binatang-binatang yang menjadi hama
Binatang yang berperan menjadi hama adalah dari kelompok invertebrate phylum arthropoda dan molusca. Untuk molusca hanya ordo pulmonata yautu bekicot yang berperan menjadi hama. Sedangkan dari antrhopoda ordo acarina yaitu tungau (mites) juga bersetatus hama sedangkan yang lain ordo Aracchinida.
 Mollusca
Seperti bekicot ada 2 jenis yaitu yang berumah keras diatas punggungnya seperti bentosites sp. Avhatina fulica yang tidak berumah tetapi punggungnya keras seperti limax maxima dan mirella sp. Kerusakan yang ditimbulkan cukup hebat apalagi setelah turun hujan atau lahan setelah dialiri air.

 Tungau ( mites)
Tungau ini menyerang dengan menusuk dan mengisap cairan sel tanaman dengan alat mulutnya. Akibatnya permukaan tanaman berubah menjadi putih keperakan dan akhirnya menjadi coklat. Apabila terdapat pada jeruk bisa menimbulkan gall (pembengkakan) dan sering dinamakan CITRUS GALL
 TIKUS ( Ratuus sp)
Tikus termasuk golongan hama disebabkan mempunyai beberapa kelebihan dari hama yang lain seperti : mempunyai mobilitas tinggi merusak tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat, stadia kerusakan luas dari awal tanam sampai pasca panen dari segal;a jenis tanaman.
Tikus cenderung untuk hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar sejenisnya dan kepadatan populasinya akan sepat meningkat apabila habitat hidupnya mengalami kesesuaian kehidupan anak turunya. Kesesuaian tersebut antara lain tersedianya makanan, tempat untuk berlindung dari kondisi lingkungan yang buruk.
 Serangga ( Insect)
Serangga merupakan hama terbanyak jenisnya. Hal ini disebabkan serangga mempunyai keseragaman dalam hal struktur dan fisiologi, disamping daya adaptasi yang luar biasa terhadap berbagai kondisi kehudupan yang berbeda. Secara besar terbagi dua golongan yaitu serangga yang berguna ( beneficial ) dan serangga yang merugikan ( pest).
Kalau dilihat dan diketahui bahwa serangga termasuk dari golongan artropoda dan mempunyai karakteristik sebagau berikut:
 Mempunyai kerangka luar
 Berkemampuan menyerang dan mempertahankan diri terhadap mush-musuh alamnya.
 Bersayap dan tidak
 Berdarah dingin
 Berkemampuan melihat kedepan unruk menjaga kelangsungan hidup keturunannya
 Bermethamorposis
 Mempunyai keragaman dalam makanannya
 Hidup di berbagai tipe habitat, mampu berkembang biak tinggi
 Tubuh terbagi menjadi tiga daerah fungsional yaitu :
1. Caput ( kepala) terdiri dari mata tunggal. Alat mulut dan anthena bermacam-macam bentuk :
i. Bentuk benang : lipas, beberapa jenis kumbang dan ngengat
ii. Bentuk gergaji : beberapa jenis kumbang
iii. Bentuk gada ; beberapa jenis kumbang dan ngengat
iv. Bentuk siku : kumbang-kumbang moncong
2. Thorax ( dada) terdiri dari protorax, meshotorax, methatorax
3. abdomen ( perut), beruas-ruas, berathena sepasang yang terdapat pada kepala dan berkaki tiga pasang atau enam buah.
 Berkaki tiga pasang atau enam buah sebagai cirri serangga.
 Gejala serangan
a. Kerusakan pada bungga dan buah
Akibat seranggan serangga penusuk dan pengisap timbul gejala spot ( bintik-bintik) lorengm juga bunga gugur apabila penyebabnya aphid dan trips, menimbulkan karat dan kudis

b. Perusakan pada biji
Tipe penusuk dan pengisap akan menyebabkan gejala bercak coklat atau hitam.
c. Perusak pada akar
Serangan terbanyak dari hama perusak akar adalah tergolong dari dari kelompok uret, meliputi ilat-ilat ( larva). Ulatnya makan perakaran sedang imagonya pemakan daun tanaman pelindung dan hortikultura. Kombinasi akan bertambah parah apabila ada kombinasi dengan keadaan water stress pada tanah dan daun.
d. Perusak pada batang
Serangan yang ditunjukan pada batang oleh ulat tentara terutama tanaman muda dapat menimbulkan patahnya batang tanaman seperti tebu oleh hama penggerek tanaman seperti chilla auriccillius.
e. Kerusakan pada tunas daun
Pada kerusakan tunas dan daun disebabkan oleh serangga tipe mulut mengigit dan mengunyah, serangga tersebut islsh larva dan imago coleptera, larva Lepidoptera, larva dan imago orthoptera serta larva hymeptera, disanping itu hama ini bisa merusak pada bagian daun.

Pathogen
Pathogen ialah jasad renik atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Adapun jasad renik itu terduru daru virus, bakteru, fungi mikoplasma,ricketsia dan nematode.
Pathogen ini sama dengan hama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan hebat bagi tanaman, apabila kalau tersebar cukup luas. Pathogen akan menyebabkan penyakit dengan suatu cara seperti, mengisap isi sel tanaman, mengangu jalanya metabolisme sel dan menutup jaringan pembuluh, suatu dikatakan sehat apabila mamapu menjalankan fungsi fisiologisnya seperti pembelahan sel. Absorbsi. Pengembalian mineral yang dibantu dengan proses fotosintesa dan dialirkan kebagian-bagian tanaman. Jika kegiatan tersebut terganggu disebabkan adanya pathogen atau penyebab lain sehingga aktivitas ikut berjalan tudak normal maka tanaman tersebut dikatakan sakit.

Golongan dan Perkembangan Penyakit
 MENULAR : yang disebabkan oleh organisme hidup seperti bakteri, jamur, mikoplasma, nematode dan virus yang disebut penyakit abiotik
 TIDAK MENULAR : yang disebabkan oleh adanya ganguan fisiologis akubat lingkungan seperti tanah air, udara, suhu, kelembaban, unsure hara, cahaya dan keasaman (pH) tanah yang disebut penyakit abiotik.
Sedangkan untuk proses perkembangannya penyakit terjadi beberapa macam tahap. Antara lain ;
i. INOKULASI yaitu proses dimana pathogen mengadakan kontak langsung dengan tanaman.
ii. Penetrasi yaitu masuknya pathogen kedalam jaringan tanaman inang, seperti masuk kesel epidermis melalui luka, lubang alami yakni stomata, hydatoda atau langsung menemnbus permukaan tanaman.
iii. Infeksi yaitu proses pathogen mengadakan kontak dengan sel-sel jaringan tanaman dan mengambil makanannya atau disebabkan penyakit tersebut mengeluarkan enzim toksin
iv. Inkubasi yaitu suatu interval antara infeksi pada tanaman dengan timbulnya gejala penyakit dan lamanya secara umum ditentukan oleh adanya kombinasi antara pathogen , inang dan lingkungan.
v. Invasi dan reproduksi yaitu fase terakhir dari infeksi selama pathogen mengadakan penyebaran dan didalam jaringan tanaman setelah mengadakan perkembangbiakan secara cepat dan dalam jumlah banyak.
Adapun penyakit tanaman adalah suatu aktivita sfisiologis yang disebabkan oleh ganguan yang terus menerus oleh factor penyebab primer.
Timbulnya penyakit :
Penyakit tanaman dilihat dari cara timbulnya digolongkan menjadi tiga cara antara lain:
 Penyakit endemi yaitu penyerangan taraf ringan atau berat yang dilakukan secara meluas dan menurun. Disebut menurun karena setiap pergantuan musim penyakit tersebut selalu ada, hal ini disebabkan mampu bertahan dalam hidup pada tumbuhan-tumbuhan yang tidak dibudidayakan.
 Penyakit epidemi yaitu penyerangan yang dilakukan secara timbul dan meluas, kadang kala ada atau suatu saat hilang dengan cara periodik atau bertahap.
 Penyakit sporadis yaitu penyerangan yang dilakukan pada interval tidak teratur dan pada saat atau lokasi tidak tetap.
Gejala Penyakit ;
Tanaman yang terserang gangguan hama dan penyakit akan mengalami pertumbuhan lamnbat , perubahan dari warna aslinya , layu dikarenakan kematian pada jaringan-jaringan sel.
Gejala penyakit dapat bermacam-macam dan sering memberikan petunjuk yang khas untuk suatu penyakit tertentu. Maka akan diberi nama sesuai dengan gejala yang ditunjukan.
SIFAT GEJALA DIBEDAKAN DALAM DUA GOLONGAN :
i. Penyakit yang hanya terbatas dari bagian tertentu dari tumbuhan. Yang dinamakan gejala LOKAL.
ii. Penyakit yang menyerang seluruh bagian tanaman seperti penyakit yang disebabkan oleh virus meskipun pada mulanya hanya pada bagian tertentu tapi akhirnya dengan cepat menyebar keseluruh tubuh tanaman. Gejala tersebut adalah sistematik
 Bentuk gejala digolongkan :
1. gejala nekrotis yaitu terjadinya kematian dari sel-sel, jaringan, organ sampai seluruh tanaman.sebelum terjadi nekrose serangan biasanya didahului adanya perubahan warna dari menguning sampai perak, layu dan keluarnya air. Akibat perubahan tersebut akan menimbulkan ;nekrose,busuk,mati pucuk,klorosis,layu,damping-off.
2. gejala Hiperplasia yaitu terjadinya pertumbuhan yang luar biasa, sehingga bagian tumbuhan yang terserang berukuran besar atau berjumlah lebih bayak daripada normal.kejadian hyperplasia ini adalah merupakan pertumbuhan yang lebih cepat disbanding yang normal. Seperti ditunjukan pada tanaman-tanaman berupa : withces broom, gell (puru) atau tumor, kerurung,penggulungan, kudis (scab), intumesensi atau proliferasi.
3. gejala hipoplasia yaitu gejala kebalikan dari huperplasia disebabkan terhambatnya sel-sel tanaman mengakibatkan tanaman tumbuh tidak normal.
Pencegahan dan pengendalian tanaman
Pengendalian dan pencegahan penyakit tanaman pada dasarnya digolongkan menjadi dua kategori yaitu:
1. profilaksis yang terdiri dari eradikasi, perundang-undangan dan proteksi
2. immunisasi yaitu memberikan kekebalan yang bersifat turun temurun antar tanaman. Ketahanan didalam tanaman dibedakan menjadi beberapa macam yaitu : ketahanan fisis, ketahanan histologis, ketahanan fisiologis dan ketahanan biokhemis.